Skripsi adalah istilah yang digunakan di Indonesia untuk mengilustrasikan suatu karya tulis ilmiah berupa paparan tulisan hasil penelitian sarjana S1 yang membahas suatu permasalahan / fenomena dalam bidang ilmu tertentu dengan menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku. [Wikipedia]
Tidak kerasa, udah setahun berlalu saat dibantai habis-habisan dalam sidang skripsi. Butuh waktu untuk menghilangkan trauma Perang Dunia II untuk menulis coretan ini. Cukup lah membuat panik seantero kampus, gara-gara ruang sidang berpindah-pindah dan akhirnya diundur 30 menit hingga semua bapak-bapak penguji dan pembimbing pun mau tidak mau ya harus dijemput. Kejadian yang kayak gini ini nih yang biasanya sering terjadi dan bakal menurunkan kosentrasi saat menjawab pertanyaan *alasan.
. . .
Dengan bertemakan Inversi Seismik, katanya bolg tetangga sih merupakan tema skripsi sejuta umat geofisika. Udah gitu penentuan dosen pembimbing pun random kelas kakap akibat kegalauan ditinggal separoh lebih jumlah angkatan pada merantau buat ngolah data skripsi, lah guwa kapan? Niat pun terbulatkan hari itu juga, pokoknya dosen yang ketemu hari itu adalah Dosen Pembimbing. Mungkin karena terlalu high level gitu, dosen pada nggak ada di biliknya. mau dong downgrade ke level 2. Malah ketemu Sang Profeseor (bukan trilogi dari Sang Pencerah dan Sang Kyai) di ruang Jurusan. Entah kenapa waktu tanya seputar judul skripsi, Pak-e nyeletuk tentang Inversi. Mau nggak mau ya harus kenalan dulu dong sama makhluk ini. Caranya bikin proposal plus berkunjung ke perpustakaan, tempat
Nggak cuman itu aja, pengembangan judul penelitian bergerak kearah persebaran porositas. Jelas kalau yang satu ini, sebab hampir semua
Kalau penerapannya, andai bisa dan paham betul, pengerjaan skripsi nggak sampai sebulan untuk pengolahan dan pembuatan laporan ndak sampai waktu seminggu. Sayangnya untuk proses awal yaitu well-seismic tie harus dipahami benar-benar model geologi daerah penelitian, termasuk stratigrafi dan tektoniknya. Sebelum paham yang begituan, harus bisa interpretasi data gravity di daerah tersebut. Ini pengaruh sama picking horizon yang dibuat. Ini kesulitan dalam pengerjaannya dan salah satu hal yang ditanyakan oleh Penguji II.
Di tempat pengambilan data, judul pun diubah sedikit oleh pembimbing lapangan. Dengan penambahan pengolahan data ke persebaran permeabilitas. Teruz, mulai dari mana belajarnya ini? Tertolong awalnya oleh paper (semacam hasil penelitian yang dibungkus dalam beberapa lembar kertas) dari pembimbing kampus, hanya saja di lapangan ndak ada data tambahan. "Modar, njuk piye iki dirampungke? Fismat wae ra mudeng njuk jaluk nurunke rumus."
Mualesi banget tho kalau nemuin penurunan rumus macam cacing upacara. Mbah google aja awalnya terlihat mengalami kesuliatan yang berarti buat bantu mencarikan solusi. Sesaat kemudian, mulutnya ,ulai komat-kamit baca mantra, segelas air kembang diminum dan di sembur.. Macam Dangdut Sagita lagi nyanyiin lagu Mbah Dukunnya Alam. Tiba-tiba bumi goncang-gancing, langit kelap-kelip, muncul dari dalam tanah dengan serangkaian paper dalam satu situs, dan Eureka! ditemukannya sebuah equation porositas dan permeabilitas dalam formasi yang sama dan dalam lapangan penelitian yang sama, yang spektakuler, sumur yang dipakai juga sama. Tiga kata kunci ini yang menolong pengolahan data yang waktunya tinggal seminggu (tujuh hari kerja).
Punya pembimbing yang sama seperti Bung Sony, seorang profesor pun ternyata bukan jaminan lolos dari jeratan soal yang bisa bikin kepala pecah. Apalagi dalam menghadapi dua orang penguji yang salah satunya adalah seorang profesor. Melontarkan sebuah pertanyaan ringan, tapi mematikan :
"Dari hasil penelitian saudara, apa maksud dari angka yang tercantum dalam sekian miliDarcy?"
Krik, krik, krik, . . .
Habis sudah, dengan dua soal makna nilai, ditambah penjabaran geologi regional plus teknis software. Salah persiapan nih kayaknya. Satu lagi pertanyaan serangan dari pembimbing sendiri :
"Penjelasannya pernah saya jabarkan dalam perkuliahan saya, apakah saudara mendengarkan waktu itu?"
Wuuaaaa... Bagaimana ya pak, jujur saya ndak ambil kelas bapak. Waktu itu jatah sks saya tidak mencukupi untuk mengikuti kelas bapak (red: Fisika Batuan + Mekanika Batuan), adanya saya belajar seperti naik bis SUMBER-K****** yang notabennya lebih cepat dari bis PATAS AKAP, dari teman-teman junior waktu membahas skripsi ini.
. . .
Yaa sudahlah, toh pengalaman perkuliahan lima tahun juga ditentukan dalam waktu 90 menit. Tidak jauh beda dengan Ujian Nasional yang ditentukan dalam tiga hari. Kalau tidak seperti itu, mana tau kita dengan pertanggungjawaban ilmu yang telah didapat semasa proses belajar-mengajar.
Kenangan seperti ini yang membuat rindu akan kericuhan kampus.
Suasana Sidang Gue (Thx for Sneezers sudah direview) |
LOL...
BalasHapusSing penting wes sukses... :)
Sukses buat kita semua lah... :))
Hapus